Cinta yang Takkan Pernah Mampu Terbayar
Lutfia, ia memang bukan siapa-siapa. Tapi ia akan menjadi seseorang yang akan disebut namanya di surga kelak oleh Yusuf, anak tercintanya. Dan ia akan menjadi satu-satunya yang direkomendasikan Yusuf, seandainya Allah memperkenankannya menyebut satu nama yang akan diajaknya tinggal di surga, meski mungkin Lutfia sendiri nampaknya takkan membutuhkan bantuan anaknya, karena boleh jadi kunci surga kini telah digenggamnya.
Bagaimana tidak, selama 2 tahun Lutfia menggendong anaknya yang berusia 13 tahun mengelilingi kota untuk mencari bantuan, sumbangan dan belas kasihan dari warga kota. Tak peduli panasnya terik matahari yang membakar kulit atau debu jalanan yang sangat menyesakkan dada, ia tetap berjalan menyusuri langkah demi langkah yang terasa kian berat baginya. Semuanya ia lakukan hanya untuk mengumpulkan keping demi keping kebaikan dan mengais kedermawanan orang-orang yang dijumpainya, sekedar mendapatkan sejumlah uang untuk biaya operasi anaknya yang menderita cacat fisik dan mental.
Tubuh Yusuf, anak tercintanya yang seberat lebih dari 40 kg, tak membuat lelah kaki Lutfia, juga tak menghentikan langkahnya untuk terus menyusuri lorong-lorong jalanan kota.
Tangannya terlihat gemetar setiap kali menerima sumbangan dari orang-orang yang ditemuinya di jalan, sambil sesekali membetulkan posisi gendongan anaknya. Sementara Yusuf yang cacat takkan pernah mengerti kenapa ibunya membawanya pergi berjalan kaki menempuh ribuan kilo meter, menantang sengatan teriknya matahari, sekaligus ratusan kali menelan ludah untuk membasahi kerongkongannya yang seakan kering sekering air matanya yang tak lagi sanggup menetes.
Ribuan kilo sudah disusuri oleh kaki Lutfiah yang lelah dan gontai, namun kaki itu akhirnya terhenti juga. Di sebuah jalan yang saat itu sedang lengah dan sepi, akhirnya tubuh Yusuf pun ternyata tak lagi menunjukkan tanda kehidupan. Lutfia terkejut dan merasakan tubuh Yusuf yang tak seberat biasanya. Khawatir terjadi sesuatu dengan Yusuf, Lutfia pun melepaskan tali gendongan dan menurunkan Yusuf dari aisannya. Oh tuhan, betapa terkejut dan hancurnya Lutfia ketika ia tahu bahwa Yusuf anak tercintanya sudah tak lagi bernafas. Tuhan pemilik seluruh alam ini, telah memanggil Yusuf kembali ke sisinya.
“Inallillahi wa ina ilaihi roji’un, pulanglah engkau nak, pulanglah engkau kembali kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu, pulanglah dengan tentram bersama ridho dan do’a ibumu ini”. Begitulah ia berdo’a dalam tangis kepasrahannya diiringi untain air mata yang jatuh laksana mutiara indah yang berkilauan.
Kini, Yusuf yang telah di surga takkan pernah melupakan jasa dan pengorbanan Lutfia, ibunya tercinta.
Jutaan orang sudah dijumpai Lutfia, tak terbilang kalimat pinta yang telah terucap seraya manahan malu. Sungguh, sebuah perjuangan yang takkan pernah bisa dilakukan oleh siapapun di muka bumi ini, kecuali seorang makhluk tuhan bernama ; Ibu. Ia tak sekedar menampuk beban seberat 40 kg lebih, tak henti mengukur jalan sepanjang kota hingga batas yang tak bertepi, tetapi ia juga harus menyingkirkan rasa malunya dicap sebagai peminta-minta, sebuah predikat yang takkan pernah mau disandang siapa pun. Tetapi semua dilakukannya demi cintanya pada si buah hati, walaupun kini anaknya telah dipanggil yang kuasa. Tak mungkin juga anaknya dapat membalas semua jasa dan kebaikan sang ibu tercinta.
Tidak, Lutfia tak pernah berharap apapun. Ia takkan pernah meminta anaknya membayar setiap tetes peluhnya yang berjatuhan di setiap jengkal tanah dan aspal yang dilaluinya, semua letih yang menderanya sepanjang jalan menyusuri kota. Ibu takkan memaksa anaknya mengobati luka di kakinya, tak mungkin juga si anak mampu mangganti dengan seberapa pun uang yang ditawarkan utnuk setiap hembusan nafasnya yang tak berhenti tersengal.
Lutfia, adalah contoh ibu yang boleh jadi semua malaikat di langit akan mengagungkan namanya, yang menjadi alasan tak terbantahkan ketika Rasulullah saw menyebut “ibu” sebagai orang yang menjadi urutan pertama hingga ketiga untuk dilayani, dihormati, dan tempat berbakti setiap anak. Lutfia, barangkali telah menggenggam satu kunci surga lantaran cinta dan pengorbanannya demi Yusuf, anak tercintanya. Bahkan mungkin senyum Allah dan para penghuni langit senantiasa mengiringi setiap hasta yang mampu dicapai ibu yang mengagumkan itu. Sungguh, cintanya takkan pernah terbalas oleh siapapun dengan apapun, dan sampai kapanpun.